Friday, May 3, 2013

THT - Tuli Sensorineural



TULI SENSORINEURAL
Diajukan untuk memenuhi syarat Kepaniteran Klinik Senior SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher  RSUD Embung Fatimah


Disusun Oleh :

SILVIA CHRISTIANI
07310258

Pembimbing :
 dr. Azwan Mandai  , Sp. THT - KL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
SMF ILMU  PENYAKIT THT - KL
RSUD EMBUNG FATIMAH
BATAM
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun berikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas penyertaan-Nya referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Azwan Mandai, Sp. THT - KL yang telah memberikan bimbingan kepada penyusun di SMF Ilmu Penyakit Telnga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher..
Referat ini bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang “Tuli Sensorineural”. Penyusun menyadari referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar kedepannya penyusun dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.
Batam, 30 Juni 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR        
DAFTAR ISI                      
BAB I PENDAHULUAN    
1.1  Latar belakang                  
1.2  Rumusan masalah             
1.3.Tujuan penulisan            
1.4.Metode Penulisan             

BAB II PEMBAHASAN      
II.1Definisi                            
II.2 Etiologi                            
II.3 Manifestasi Klinik                    
II.4 Diagnosis                       
II.5 Diagnosis banding           
II.6 Penatalaksanaan              
II.7  Prognosis                      

BAB III KESIMPULAN      
III.1 Kesimpulan                  
III.2 Saran                            
DAFTAR PUSTAKA           


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang      

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi atau mengenal suara dan juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh. Manusia memiliki satu pasang telinga, satu sama lainnya terletak simetris pada  sisi yang berlawanan di kepala, untuk menjaga keseimbangan dan lokalisasi suara. (1)

Anatomi (2)
Secara anatomi dari fungsi telinga dibagi atas: telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.
a. Telinga luar
Terdiri dari:
* Daun telinga (aurikel). Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh otot dan ligamentum.
* Meatus acusikus eksterna liang telinga luar. Liang telinga luar 2/3 bagian dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang melapisi tulang rawan liang telinga luar sangat longgar dan mengandung banyak folikel rambut, kelenjar serumen dan kelenjar sebasea. Gendang telinga dan kulit liang telinga bagian dalam mempunyai sifat membersihkan sendiri yang disebabkan oleh migrasi lapisan keratin epithelium dari membran timpani keluar, kebagian tulang rawan.
* Membrana timpani
Membran timpani terdiri 3 lapisan, yaitu: lapisan squamosa, lapisan mukosa, dan lapisan fibrosa yang terdiri serat melingkar dan serat radial. Bagian membran timpani sebelah atas disebut pars flacida (membran shrapnel) bagian yang lebih besar disebelah bawah disebut pars tensa membran timpani.

b. Telinga rengah
Terdiri dari:
o Membran timpani
o Cavum timpani. Cavum timpani terbagi atas: epitimpani, mesotimpani, dan hypotimpani.
o Tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang pendengaran terbagi atas: Maleus (palu) , Stapes (sanggurdi), dan Incus (landasan).
o Tuba eustachius. 2/3 bagian terdiri dari tulang rawan kearah nasofaring dan 1/3 terdiri dari tulang. Pada anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dari tuba orang dewasa.
o Sel-sel mastoid
c. Telinga dalam terdiri dari:
  • Koklea (rumah siput)
  • 3 buah kanalis semi sirkuler:  anterior, posterior, dan lateral.
Fisiologi Pendengaran (3,4)
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang telinga. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan aliran suara melalui tulang. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengaplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendngaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang manggerakan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbilkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yamg akan menimbulkan potensial ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.

Gangguan Fisiologi Telinga (5) :
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli syaraf (sensori neural deafness), serta tuli campur (mixed deafness).
Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli syaraf, mungkin tuli koklea dan tuli retrokoklea.


1.2  Rumusan masalah 
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinik, diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis tuli sensorineural

1.3  Tujuan penulisan  
Ø  Memahami definisi, etiologi, manifestasi klinik, diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis Tuli sensorineural.
Ø  Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
Ø  Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Telinga, Hidung, Tenggorok – Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di RSUD Embung Fatimah.

I.4  Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.



BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi (6,7,8)                                                                              
Tuli sensorineural adalah ketidakmampuan fungsi pendengaran karena kerusakan telinga dalam. Tuli sensorineural disebut juga tuli saraf  atau tuli perseptif. Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. 

II.2 Etiologi (6,7,8)                                                                              
Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat ototoksik atau alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik, dan pemaparan bising.
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut pons-serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan otak lainnya.
Tuli saraf dapat dibedakan menjadi:
  • Prebiskusis, disebabkan karena proses degenerasi. Namun didukung : herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup (4)
  • Tuli saraf congenital
Tuli saraf congenital terjadi pada massa prenatal,  perinatal, dan postnatal. Prenatal dengan penyebab : genetic dan non – genetic. Non genetik seperti gangguan pada massa kehamilan, kelainan strutur anatomi, kekurangan giizi, infeksi  pada massa kehamilan trimester I baik dari bakteri maupun virus , misalnya Toksoplasma , Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes dan sifiilis, obat obatan yang berpotensi mengganggu proses organogenesis dan  merusak sel sel rambut koklea   yang dikonsumsi ibu saat hamil. Perinatal dengan penyebab: bayi lahir premature, berat badan lahir rendah < 2500 gram, hiperbilirubinemia, asfiksia. Postnatal dengan penyebab : infeksi bakteri atau virus misalnya Rubella, campak, Parotis, Meningitis, Encefalitis, perdarahan telinga tengah, atau trrauma temporal.
  • Tuli saraf karena obat, disebabkan karena:
Golongan aminoglikosida: streptomisin , gentamisin , neomisin, kanamisin, tobramisin, netil misin, polimicin b.
Golongan makrolid: eritromisin.
Golongan loop diuretik:  furosemid, bumitanide , ethycyrinic acid .
Golongan obat anti inflamasi: salisilat termasuk aspirin .
Golongan obat anti malaria: kina dan kloroquin .
Golongan obat anti tumor: Cis Platinum . (9,10,11)

  • Tuli saraf karena suara bising
Tuli yang diakibatkan oleh terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya melebihi  intesitasnya  85 desibel.
  • Tuli saraf karena penyakit lain
Penyakit – penyakit seperti :  arteriosclerosis, chicken pox, influenza, meniere, meningitis, mononucleosis, mumps,  syphilis, dan encefalitis.
  • Tuli saraf karena tumor
Contoh tumor yang menyebabkan tuli saraf : neuroma akustika, tumor sudut pons-serebelum, mieloma multiple.
  • Tuli saraf karena trauma
Contoh trauma  yang menyebabkan tuli saraf : tindakan dengan alat pada proses kelahiran  (extraksi vakum , forsep ), trauma temporal (sengaja atau tidak sengaja terkena benturan, pukulan)
  • Tuli saraf tiba – tiba
Biasanya disebabkan:  iskemia koklea,  inveksi virus ( parotis , campak, influensa  tipe b), trauma kepala,  trauma bising yang keras, perubahan tekanan atmosfir, obat ototoksik, neuroma akustika. (6)

II.3 Manifestasi Klinik
  • Gejala – gejala prebiskusis : berkurangnya kemampuan mendengar pada kedua telinga, berkurangnya kemampuan mengerti percakapan karena berkurangnya kemampuan membedakan suku kata yang hampir mirip, telinga sakit bila lawan bicara memperkeras suara, dan tinnitus.
  • Gejala – gejala tuli saraf congenital : anak tidak merespon bila diberi bunyi, proses perkembangan bicara anak terhambat,  keterbelakangan mental, dan gangguan emosional.
  • Gejala – gejala tuli saraf karena obat : kurang pendengaran, vertigo, tinitus yang kuat dan bernada tinggi antara 4-6 KHz. Terkadang tinnitus menetap.
  • Gejala – gejala tuli saraf karena suara bising: kurang pendengaran, dapat tinnitus atau tidak, Coctail party deafness ( kesulitan mendengar serta memahami pembicaraan di tempat keramaiian ).Bila sudah cukup berat , maka akan terjadi   sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa ,.Bila sudah lebih berat maka percakapan yang  keraspun sukar dimengeri.
  • Gejala – gejala tuli saraf karena penyakit lain : timbulnya tergantung perjalanan penyakit yang mendasari, tinnitus, vertigo dan kurangnya pendengaran.
  • Gejala – gejala tuli saraf  karena tumor : tergantung besar dan letak serta penyebaran tumor. Tuli semakin parah. Keseimbangan tubuhi tidak stabil. Tekanan intracranial meningkat akibatnya kepala pusing dan muntah. Dan lain – lain.
  • Gejala – gejala tuli saraf karena trauma : timbul mendadak , kadang –kadang bersifat sementara atau  menetap,  dapat unilateral atau bilateral, tinnitus dan vertigo.
  • Gejala – gejala tuli saraf  tiba – tiba : timbul mendadak , kadang –kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan atau  biasanya menetap, dapat unilateral atau bilateral, tinnitus dan vertigo.
II.4 Diagnosis (6,7,8)
Diagnosa awal dilakkan dengan anamnesa pasien. Lalu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan penunjang berupa audioloi dasar dan audiologi khusus, dan dibantu dengan CT SCAN, MRI untuk menegakkan diagnosa tuli sensorineural yang disebabkan oleh tumor.
Untuk membedakan tuli konduktif dan tuli neurisensorik dibutuhkan audiologi dasar. Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni , bising, ganngguan pendengaran serta cara pemeriksaannya .

Audiologi Dasar (5) :
Tes Penala
Idealnya digunakan garpu tala 512, 1024, dan 2048 Hz. Bila tidak mungkin cukup dipakai 512 Hz karena tidak terlalu dipengaruhi suara bising sekitar.
Tes Rinne
Tujuan : membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara : penala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar, penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif, bila tidak terdengar disebut Rinne negatif. Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran tulang.
Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Cara : penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah dahi atau kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga tersebut. Bila terdengar sama keras atau tidak terdengar disebut tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut, bila sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang sakit terdapat tuli saraf.
Tes Schwabach
Tujuan : membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal.
Cara : penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengar cara sebaliknya. Bila pasien masih dapat mendengar, disebut memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya disebut sama dengan pemeriksa.

Hasil Tes Penala:
Tes Penala
Normal
Tuli Konduktif
Tuli sensorineural
Tes Rinne
(+) hantaran udara masih terdengar
(-) hantaran udara tidak terdengar
 (+) hantaran udara masih terdengar
Tes Weber
Tidak ada lateralisasi
Lateralisasi ke telinga yang sakit
Lateralisasi ke telinga yang sehat
Tes Schwabach
Sama dengan pemeriksa
memanjang
Memendek

Untuk membedakan tuli koklea dan retrokoklea  diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri obyektif, pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak.
Audiometer adalah peralatan elektronik untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman pendengaran,  mengukur ambang pendengaran mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda ,  menghasilkan audiogram (grafik ambang pendengaran untuk masing-masing telinga pada suatu rentang frekuensi) , dan  mengindikasikan kehilangan pendengaran . Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis .  Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan kedap bunyi namun di ruang yang heningpun hasilnya memuaskan . 

AUDIOMETRI KHUSUS
Untuk mempelajari audiometri khusus di perlukan pemahaman istilah recrutment dan decay
1. Recrutment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db
2. Decay ( kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali

1. Tes SISI
Tes ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea dengan memakai fenomena rekrutmen. Caranya adalah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih dahulu kemudian diberikan rangsangan diatas ambang rangsang, setelah itu diberikan tambahan rangsangan 5dB, lalu diturunkan 4dB, lalu 3dB, 2dB, terakhir 1dB. Bila pasien dapat membedakan berarti tes SISI positif.
Cara lain adalah dengan tiap 5 detik dinaikan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung berapa kali pasien dapat membedakan perbedaan. Positif jika skor jawaban benar 70-100%.

2. Tes ABLB (Alternatif Binaural Loudness Balance)
Pada tes ABLB diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans negatif. Bila balans tercapai terdapat rekrutmen positif.

3. Tes Kelelahan (Tone Decay)
Ada 2 cara
TTD = threshold tone decay
STAT = supra threshod adaptation test
TTD dibagi menjadi cara Gahart dan cara Rosenberg.
TTD :
Cara Gerhart memberikan perangsangan secara terus menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar . Misalnya 40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test dinyatakan negative , jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar maka test dinyatakan +
Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya
Penambahan  :
0-5        = Normal
10-15   = Ringan
20-25   = Sedang
>30      = Berat
Cara Rosenberg
Penambahan : < 15 db = normal, >30 db = sedang

STAT
Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekwensi( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL = 100 db Sl. Artinya Nada Murni pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL  diberikan secara terus menerus selama 60 detik , terjadi kelelahan maka tes dinyatakan +.
 4. Audiometri tutur (Speech Audiometry)
Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata). Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut Phonetically balance word LBT (PB, LIST). Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui keset tape recorder.
Speech discrimination score:
90 – 100%: pendengaran normal
75 – 90%  : tuli ringan
60 – 75%  : tuli sedang
50 – 60%  : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
<50 %       : tuli berat
5. Audiometri Bekessy (Bekesst Audiometry)
Dapat menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip pemeriksaan adalah dengan nada terputus-putus (interupted sound) dan nada terus manerus (continue sound).

AUDIOMETRI OBYEKTIF
Terdapat 4 cara pemeriksaan yaitu audiometri impedans, elektrokokleografi, evoked response audiometry, oto acousric emmision.
1. Audiometri impedans
Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan mambran timpani dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.

2. Elektrokokleografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari evoke electropotential cochlea. Caranya Dengan Elektroda jarum , Membran timpani ditusuk sampai ke Promontorium kemudian dilihat grafiknya.

3. Evoked Response Audiometry
Dikenal juga dengan BERA yaitu suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N VIII. Terdapat 5 macam gelombang :
Gelombang I  : Datang Dari koklea
Gelombang II  : Datang dari Nucleus Koklearis
Gelombang III  : Datang dari Nucleus oliva superior
Gelombang IV   : Datang dari leminiscus lateralis
Gelombang V   : Datang Dari Fkolikulus Inferior

4. Otoacoustic Emission/OAE
Pemeriksaan OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) nkedalam liang te;inga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikropfon dan pengeras suara yang berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan dengan komputer untuk mencatat respom yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan diruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi bising lingkungan.

PEMERIKSAAN TULI ANORGANIK
Pemeriksaan ini dipergunakan untuk memeriksa seseorang yang pura-pura tuli. Cara pemeriksaannya antara lain:
1. Cara Stenger : diberikan 2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga, kemuadian pada sisi yang sehat nada dijauhkan.
2. Dengan audiometri nada murni
3. Dengan impedans
4. Dengan BERA

AUDIOLOGI ANAK
Untuk memeriksa ambang dengar anak dilakukan di dalam ruangan khusus. Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara:
1. Free field test
2. Audiometri bermain (play audiometri)
3. BERA (Brainstem Evoke Response Audiometry)
4. Echochek dan Emisi Otoakustik


II.5 Diagnosis banding
Tuli konduktif
Tes Penala
Normal
Tuli Konduktif
Tuli sensorineural
Tes Rinne
(+) hantaran udara masih terdengar
(-) hantaran udara tidak terdengar
 (+) hantaran udara masih terdengar
Tes Weber
Tidak ada lateralisasi
Lateralisasi ke telinga yang sakit
Lateralisasi ke telinga yang sehat
Tes Schwabach
Sama dengan pemeriksa
memanjang
Memendek
Meniere
Diagnosis Meniere : vertigo yang hilang timbul, tinitus, tuli sensorineural nada rendah, adanya hidrops endolimfa yang dibuktikan dengan tes gliserin.

II.6 Penatalaksanaan (12)
Penatalaksanaan presbikusis:
Pakai alat bantu dengar dengan fasilitas multi channel dapat mengeraskan bunyi yang spesifik pada frekensi yang mengalami gangguan saja.
Latihan Membaca Ujaran ( speec hReading )
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi )
Penatalaksanaan  tuli sensorineural  kongenital:
Setelah diketahui seseorang anak memderita ketulian , Upaya hablitasi pendengaran harus dilakukan sedini mungkin.
Pada  anak dengan tuli saraf berat harus segera memakai alat bantu pendengaran.
diperlukan penilaaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak,
dirujuk untuk proses hablitasi di SLB B atau  SLB C tuna rungu dengan retardasi mental
pendidikan khusus dimulai  pada usia 2 tahun pada SLB B yang memilki unit taman latihan dan obeservasi.
Proses habilitasi penderita tuna rungu memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu yaitu dr, sptht, audiologist, psikolog anak , guru khusus untuk tuna rungu, dan keluarga penderita
implan koklea.
Penatalaksanaan  tuli sensorineural  akibat obat:
Penghentian konsumsi obat
Latihan Membaca Ujaran ( speec hReading )
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi
)Penatalaksanaan tuli akibat bising :
Hindari Lingkungan Bising
Gunakan tutup telinga dan pelindung kepala
Untuk percakapan biasa dapat di coba pemasangan alat bantu dengar (Hearing aid)
Apabila pendengaran semakin memburuk, sehiingga  memakai ABD tidak dapat berkomunikasi dengan adekuat  maka dilakukan psikoterapi  untuk menerima keaddanya
latihan pendegaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dan dibantu dengan membaca ucapan bibir, bahasa isarat, mimic dan anggota gerak.
Penatalaksanaan tuli sensorineural  karena penyakit lain : obati penyakit dasar.
Penatalaksanaan tuli sensorineural  karena tumor :
Penatalaksanaan neuroma akustik tergantung bentuk dan letak tumornya.Tumor besar di angulus serebelopontin diangkat oleh bedah saraf dan tht.  3 pendekatan bedah : retrosigmod, tranlabyrinthine dan tengah fossa . Gamma pisau radiosurgery tidak menghilangkan tumor tapi mencegah pertumbuhan lanjut dan memperkecil tumor.
Penatalaksanaan tuli sensorineural  karena trauma : memperbaiki kerusakan yang terjadi
Penatalaksanaan tuli sensorineural  mendadak:
1. Bed res total ,istirahat fisik dan mental selama 2 minggu
2. Pemberian Vasodilatansia yang cukup kuat
3. Pemberian kortikosteroid
4. Pemberian Vitamin C dn Neurobion
5. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
6. Inhalasi oksigen  2 liter/menit
                                                                 

II.7 Prognosis
Prognosis umumnya buruk, kemungkinan pendengaran kembali seperti semula sangat kecil.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III. 1 Kesimpulan
Tuli sensorineural adalah ketidakmampuan fungsi pendengaran karena kerusakan telinga dalam. Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli saraf dapat dibedakan menjadi:
  • Prebiskusis,
  • Tuli saraf congenital
  • Tuli saraf karena obat
  • Tuli saraf karena suara bising
  • Tuli saraf karena penyakit lain
  • Tuli saraf karena tumor
  • Tuli saraf karena trauma
  • Tuli saraf tiba – tiba
Manifestasi klinik : pendengaran berkurang dapat unilateral atau bilateral, biasanya disertai tinnitus dan vertigo, dan lain – lain tergantung penyebabnya.
Untuk membedakan tuli konduktif dan tuli neurisensorik dibutuhkan audiologi dasar..


Tes Penala
Normal
Tuli Konduktif
Tuli sensorineural
Tes Rinne
(+) hantaran udara masih terdengar
(-) hantaran udara tidak terdengar
 (+) hantaran udara masih terdengar
Tes Weber
Tidak ada lateralisasi
Lateralisasi ke telinga yang sakit
Lateralisasi ke telinga yang sehat
Tes Schwabach
Sama dengan pemeriksa
memanjang
Memendek

Untuk membedakan tuli koklea dan retrokoklea  diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri obyektif, pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak.
Diagnosis banding tuli sensorineural adalah tuli konduktif dan meniere..
Penatalaksanaan tergantung etiologi tuli sensorineural. Nmun umumnya penatalaksanaanya yitu memasang alat bantu dengar (ADB), implant koklea, latihan membaca ujaran ( speech reading ), latihan mendengar ( auditory training ), dan terapi wicara ( speech therapi ).
Prognosis umumnya buruk.  Oleh karena itu lebih baik mencegah daripada mengobati tuli sensorineural.

III. 2 Saran
Jika merasakan ada kelainan pada pendengaran sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis THT - KL.
Jika seseorang anak diketahui memderita tuli sensorineural , upaya habilitasi pendengaran harus dilakukan sedini mungkin sebelum umur 2 atau 3 tahun karena usia anak belajar berbicara adalah sekitar 2-3 tahun.
Jika mengalami pengurangan pendengaran pada telinga akibat mengkonsumsi obat sebaiknya hentikan pengkonsumsian obat.
Jika bekerja di wilayah bising sebaiknya menggunakan pelindung telinga agar tidak terjadi tuli sensorineural akibat bising.
Hindari trauma di daerah telinga.


DAFTAR PUSTAKA

1.      Lucente, Frank E, Gady Har-El. 2002. ILMU THT ESENSIAL. Jakarta. EGC
2.      L. Moore Keith. , 2002, Buku Anatomi Klinis Dasar Hal 401-408, Jakarta : Hipocrates
4.       Bluestones CD. Definitions, London: BC. Decker. Inc.; 1999 p. 85-103
5.      Kapita Selekta Kedokteran. Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.
6.      Jenny B. dan Indro S. 2007. Tuli Mendadak dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke 5: Jakata : FK UI
7.      Arsyad Efiaty et all. , 2006, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke 5: Jakata : FK UI
8.      Boeis Adam. , 2002, Buku Ajar Penyakit THT : Edisi 6, Jakarta : EGC
9.      Edmunds ann L. , November 2008. Iner Ear Ototoxycity. www.emedicine.com
10.  Ekborn, Andreas, . 2003, Cisplastin Indunced Toxicity – Pharmacokinetics, Prediction and Prevention. Stockholm: Repro Print.
11.  Roland, Peter S ; Rutka, John A., 2004, Ototoxicity, London : BC DECKER INC
12.  Sriwidodo. , 1998, Cermin Dunia Kedokteran : Problema dan Tatalaksana Gangguan Pendengaran, Jakarta: PT. Kalbe Farma


No comments:

Ingat :

Dilarang meniru tanpa ijin. :)