TULI SENSORINEURAL
Diajukan untuk memenuhi syarat Kepaniteran
Klinik Senior SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, Leher RSUD Embung Fatimah
Disusun
Oleh :
SILVIA CHRISTIANI
07310258
Pembimbing :
dr. Azwan Mandai , Sp. THT - KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
SMF ILMU PENYAKIT THT - KL
RSUD EMBUNG FATIMAH
BATAM
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun berikan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena atas penyertaan-Nya referat ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Azwan
Mandai, Sp. THT - KL yang telah memberikan bimbingan kepada penyusun di SMF
Ilmu Penyakit Telnga Hidung Tenggorokan – Kepala Leher..
Referat ini bertujuan untuk
menambah ilmu pengetahuan pembaca tentang “Tuli Sensorineural”. Penyusun
menyadari referat ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar
kedepannya penyusun dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.
Batam,
30 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
1.2
Rumusan masalah
1.3.Tujuan
penulisan
1.4.Metode
Penulisan
BAB
II PEMBAHASAN
II.1Definisi
II.2 Etiologi
II.3 Manifestasi Klinik
II.4 Diagnosis
II.5 Diagnosis banding
II.6 Penatalaksanaan
II.7 Prognosis
BAB
III KESIMPULAN
III.1
Kesimpulan
III.2
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Telinga merupakan sebuah
organ yang mampu mendeteksi atau mengenal suara dan juga banyak berperan dalam
keseimbangan dan posisi tubuh. Manusia memiliki
satu pasang telinga, satu sama lainnya terletak simetris pada sisi yang
berlawanan di kepala, untuk menjaga keseimbangan dan lokalisasi suara. (1)
Anatomi
(2)
Secara
anatomi dari fungsi telinga dibagi atas: telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam.
a.
Telinga luar
Terdiri
dari:
*
Daun telinga (aurikel). Daun telinga merupakan suatu lempengan tulang rawan
yang berlekuk-lekuk ditutupi oleh kulit dan dipertahankan pada tempatnya oleh
otot dan ligamentum.
*
Meatus acusikus eksterna liang telinga luar. Liang telinga luar 2/3 bagian
dalam dibentuk oleh tulang. Kulit yang melapisi tulang rawan liang telinga luar
sangat longgar dan mengandung banyak folikel rambut, kelenjar serumen dan
kelenjar sebasea. Gendang telinga dan kulit liang telinga bagian dalam
mempunyai sifat membersihkan sendiri yang disebabkan oleh migrasi lapisan
keratin epithelium dari membran timpani keluar, kebagian tulang rawan.
*
Membrana timpani
Membran
timpani terdiri 3 lapisan, yaitu:
lapisan squamosa, lapisan mukosa, dan lapisan fibrosa yang terdiri serat
melingkar dan serat radial. Bagian membran timpani sebelah atas disebut pars
flacida (membran shrapnel) bagian yang lebih besar disebelah bawah disebut pars
tensa membran timpani.
b.
Telinga rengah
Terdiri
dari:
o
Membran timpani
o
Cavum timpani. Cavum timpani terbagi atas: epitimpani, mesotimpani, dan
hypotimpani.
o
Tulang-tulang pendengaran. Tulang-tulang pendengaran terbagi atas:
Maleus (palu) , Stapes (sanggurdi), dan Incus (landasan).
o
Tuba eustachius. 2/3 bagian terdiri dari tulang rawan kearah nasofaring dan 1/3
terdiri dari tulang. Pada anak-anak tuba lebih pendek, lebih lebar dan lebih
horizontal dari tuba orang dewasa.
o
Sel-sel mastoid
c.
Telinga dalam terdiri dari:
- Koklea (rumah siput)
- 3 buah kanalis semi sirkuler: anterior, posterior, dan lateral.
Fisiologi
Pendengaran (3,4)
Proses
mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam
bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang telinga. Aliran suara
melalui udara lebih baik dibandingkan dengan aliran suara melalui tulang.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah
melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengaplifikasi getaran melalui
daya ungkit tulang pendngaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang manggerakan tingkap lonjong, sehingga perilimfe pada
skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan
ini menimbilkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yamg akan menimbulkan potensial ke nukleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.
Gangguan Fisiologi Telinga (5) :
Tuli
dibagi atas tuli konduktif, tuli syaraf (sensori neural deafness), serta tuli
campur (mixed deafness).
Gangguan
telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan
gangguan telinga dalam menyebabkan tuli syaraf, mungkin tuli koklea dan tuli
retrokoklea.
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui definisi, etiologi,
manifestasi klinik, diagnosis,diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis tuli
sensorineural
1.3 Tujuan penulisan
Ø Memahami definisi, etiologi, manifestasi klinik, diagnosis,diagnosis
banding, penatalaksanaan dan prognosis Tuli sensorineural.
Ø Meningkatkan kemampuan dalam
penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
Ø Memenuhi salah satu persayaratan
kelulusan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Telinga, Hidung, Tenggorok –
Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di RSUD Embung Fatimah.
I.4 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode
tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 Definisi
(6,7,8)
Tuli sensorineural adalah
ketidakmampuan fungsi pendengaran karena kerusakan telinga dalam. Tuli
sensorineural disebut juga tuli saraf
atau tuli perseptif.
Tuli sensorineural terbagi atas tuli sensorineural koklea dan
retrokoklea.
II.2
Etiologi (6,7,8)
Tuli
sensorineural koklea disebabkan aplasia, labirintitis, intoksikasi obat
ototoksik atau alkohol. Dapat juga disebabkan tuli mendadak, trauma kapitis,
trauma akustik, dan pemaparan bising.
Tuli
sensorineural retrokoklea disebabkan neuroma akustik, tumor sudut
pons-serebelum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, atau kelainan
otak lainnya.
Tuli
saraf dapat dibedakan menjadi:
- Prebiskusis, disebabkan karena proses degenerasi. Namun didukung : herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup (4)
- Tuli saraf congenital
Tuli saraf congenital terjadi pada massa
prenatal, perinatal, dan postnatal.
Prenatal dengan penyebab : genetic dan non –
genetic. Non genetik seperti gangguan pada massa kehamilan, kelainan strutur
anatomi, kekurangan giizi, infeksi pada
massa kehamilan trimester I baik dari bakteri maupun virus , misalnya Toksoplasma
, Rubella, Cytomegalo Virus, Herpes dan sifiilis, obat obatan yang berpotensi
mengganggu proses organogenesis dan merusak sel sel rambut koklea
yang dikonsumsi ibu saat hamil. Perinatal dengan penyebab: bayi lahir
premature, berat badan lahir rendah < 2500 gram, hiperbilirubinemia,
asfiksia. Postnatal dengan penyebab : infeksi bakteri atau virus misalnya
Rubella, campak, Parotis, Meningitis, Encefalitis, perdarahan telinga tengah,
atau trrauma temporal.
- Tuli saraf karena obat, disebabkan karena:
Golongan
aminoglikosida: streptomisin , gentamisin , neomisin, kanamisin, tobramisin,
netil misin, polimicin b.
Golongan
makrolid: eritromisin.
Golongan
loop diuretik: furosemid, bumitanide , ethycyrinic
acid .
Golongan
obat anti inflamasi: salisilat termasuk aspirin .
Golongan
obat anti malaria: kina dan kloroquin .
Golongan
obat anti tumor: Cis Platinum . (9,10,11)
- Tuli saraf karena suara bising
Tuli
yang diakibatkan oleh terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu
yang cukup lama biasanya melebihi intesitasnya 85 desibel.
- Tuli saraf karena penyakit lain
Penyakit
– penyakit seperti : arteriosclerosis, chicken pox, influenza, meniere,
meningitis, mononucleosis, mumps,
syphilis, dan encefalitis.
- Tuli saraf karena tumor
Contoh
tumor yang menyebabkan tuli saraf : neuroma akustika, tumor sudut
pons-serebelum, mieloma multiple.
- Tuli saraf karena trauma
Contoh
trauma yang menyebabkan tuli saraf :
tindakan dengan alat pada proses kelahiran (extraksi vakum , forsep ),
trauma temporal (sengaja atau tidak sengaja terkena benturan, pukulan)
- Tuli saraf tiba – tiba
Biasanya
disebabkan: iskemia
koklea, inveksi
virus ( parotis , campak, influensa tipe b), trauma kepala, trauma
bising yang keras, perubahan tekanan atmosfir, obat ototoksik, neuroma akustika.
(6)
II.3 Manifestasi Klinik
- Gejala – gejala prebiskusis : berkurangnya kemampuan mendengar pada kedua telinga, berkurangnya kemampuan mengerti percakapan karena berkurangnya kemampuan membedakan suku kata yang hampir mirip, telinga sakit bila lawan bicara memperkeras suara, dan tinnitus.
- Gejala – gejala tuli saraf congenital : anak tidak merespon bila diberi bunyi, proses perkembangan bicara anak terhambat, keterbelakangan mental, dan gangguan emosional.
- Gejala – gejala tuli saraf karena obat : kurang pendengaran, vertigo, tinitus yang kuat dan bernada tinggi antara 4-6 KHz. Terkadang tinnitus menetap.
- Gejala – gejala tuli saraf karena suara bising: kurang pendengaran, dapat tinnitus atau tidak, Coctail party deafness ( kesulitan mendengar serta memahami pembicaraan di tempat keramaiian ).Bila sudah cukup berat , maka akan terjadi sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa ,.Bila sudah lebih berat maka percakapan yang keraspun sukar dimengeri.
- Gejala – gejala tuli saraf karena penyakit lain : timbulnya tergantung perjalanan penyakit yang mendasari, tinnitus, vertigo dan kurangnya pendengaran.
- Gejala – gejala tuli saraf karena tumor : tergantung besar dan letak serta penyebaran tumor. Tuli semakin parah. Keseimbangan tubuhi tidak stabil. Tekanan intracranial meningkat akibatnya kepala pusing dan muntah. Dan lain – lain.
- Gejala – gejala tuli saraf karena trauma : timbul mendadak , kadang –kadang bersifat sementara atau menetap, dapat unilateral atau bilateral, tinnitus dan vertigo.
- Gejala – gejala tuli saraf tiba – tiba : timbul mendadak , kadang –kadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan atau biasanya menetap, dapat unilateral atau bilateral, tinnitus dan vertigo.
II.4
Diagnosis (6,7,8)
Diagnosa
awal dilakkan dengan anamnesa pasien. Lalu melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dan penunjang berupa audioloi dasar
dan audiologi khusus, dan dibantu dengan CT SCAN, MRI untuk menegakkan diagnosa
tuli sensorineural yang disebabkan oleh tumor.
Untuk
membedakan tuli konduktif dan tuli neurisensorik dibutuhkan audiologi dasar.
Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni , bising, ganngguan
pendengaran serta cara pemeriksaannya .
Audiologi
Dasar (5)
:
Tes Penala
Idealnya
digunakan garpu tala 512, 1024, dan 2048 Hz. Bila tidak mungkin cukup dipakai
512 Hz karena tidak terlalu dipengaruhi suara bising sekitar.
Tes
Rinne
Tujuan
: membandingkan hantaran melalui udara dan tulang pada telinga yang diperiksa.
Cara
: penala digetarkan dan tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah
tidak terdengar, penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih
terdengar disebut Rinne positif, bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.
Dalam keadaan normal hantaran melalui udara lebih panjang daripada hantaran
tulang.
Tes
Weber
Tujuan
: membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
Cara
: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah dahi atau
kepala. Bila bunyi terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi
ke telinga tersebut. Bila terdengar sama keras atau tidak terdengar disebut
tidak ada lateralisasi. Bila pada telinga yang sakit (lateralisasi pada telinga
yang sakit) berarti terdapat tuli konduktif pada telinga tersebut, bila
sebaliknya (lateralisasi pada telinga yang sehat) berarti pada telinga yang
sakit terdapat tuli saraf.
Tes
Schwabach
Tujuan
: membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya dianggap normal.
Cara
: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai
tidak terdengar bunyi kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa
yang pendengarannya dianggap normal. Bila masih dapat mendengar disebut
memendek atau tuli saraf, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan
diulang dengar cara sebaliknya. Bila pasien masih dapat mendengar, disebut
memanjang atau terdapat tuli konduktif. Jika kira-kira sama mendengarnya
disebut sama dengan pemeriksa.
Hasil
Tes Penala:
Tes Penala
|
Normal
|
Tuli Konduktif
|
Tuli sensorineural
|
Tes Rinne
|
(+) hantaran udara masih
terdengar
|
(-) hantaran udara tidak
terdengar
|
(+) hantaran udara masih terdengar
|
Tes Weber
|
Tidak ada lateralisasi
|
Lateralisasi ke telinga
yang sakit
|
Lateralisasi ke telinga
yang sehat
|
Tes Schwabach
|
Sama dengan pemeriksa
|
memanjang
|
Memendek
|
Untuk membedakan tuli koklea dan retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus, audiometri obyektif, pemeriksaan tuli anorganik dan pemeriksaan audiometri anak.
Audiometer adalah peralatan elektronik
untuk menguji pendengaran. Audiometer diperlukan untuk mengukur ketajaman
pendengaran, mengukur ambang pendengaran
mencatat kemampuan pendengaran setiap telinga pada deret frekuensi yang berbeda
, menghasilkan audiogram (grafik ambang
pendengaran untuk masing-masing telinga pada suatu rentang frekuensi) ,
dan mengindikasikan kehilangan
pendengaran . Pembacaan dapat dilakukan secara manual atau otomatis . Pengujian perlu dilakukan di dalam ruangan
kedap bunyi namun di ruang yang heningpun hasilnya memuaskan .
AUDIOMETRI
KHUSUS
Untuk mempelajari audiometri khusus di
perlukan pemahaman istilah recrutment dan decay
1. Recrutment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db
2. Decay ( kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali
1. Recrutment ialah suatu fenomena terjadi sensitifitas pendengaran yang berlebihan di atas abang dengar keadaan ini khas untuk tuli koklea . Pada kelainan koklea pasien dapat membedakan bunyi 1 db sedangkan pada orang normal baru bisa membedakan ya pada 5 db
2. Decay ( kelelahan) merupakan adaptasi abnormal merupakan tanda khas pada tuli retrokoklea, saraf pendegaran cepat lelah bila dirasang terus menerus. Bila dibeli istirahat akan pulih kembali
1. Tes SISI
Tes
ini khas untuk mengetahui adanya kelainan koklea dengan memakai fenomena
rekrutmen. Caranya adalah dengan menentukan ambang dengar pasien terlebih
dahulu kemudian diberikan rangsangan diatas ambang rangsang, setelah itu
diberikan tambahan rangsangan 5dB, lalu diturunkan 4dB, lalu 3dB, 2dB, terakhir
1dB. Bila pasien dapat membedakan berarti tes SISI positif.
Cara
lain adalah dengan tiap 5 detik dinaikan 1 dB sampai 20 kali. Kemudian dihitung
berapa kali pasien dapat membedakan perbedaan. Positif jika skor jawaban benar
70-100%.
2. Tes ABLB (Alternatif Binaural Loudness Balance)
Pada tes ABLB
diberikan intensitas bunyi tertentu pada frekuensi yang sama pada kedua
telinga, sampai kedua telinga mencapai persepsi yang sama, yang disebut balans
negatif. Bila balans tercapai terdapat rekrutmen positif.
3. Tes Kelelahan (Tone Decay)
Ada 2 cara
TTD = threshold tone decay
STAT = supra threshod adaptation
test
TTD dibagi menjadi cara Gahart dan
cara Rosenberg.
TTD
:
Cara Gerhart memberikan perangsangan
secara terus menerus dengan intensitas sesuai dengan ambang dengar . Misalnya
40 db bila setelah 60 detik masih tetap mendengar maka test dinyatakan negative
, jika sebaliknya terjadi kelelelahan atau tidak mendegar maka test dinyatakan
+
Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya
Kemudian intesitas Bunyi ditambah 5 db jadi 45 db maka pasien dapat mrndengar lagi,rangsangan dilakukan dengan 45 db selama 60 detik dan seterusnya
Penambahan :
0-5
=
Normal
10-15 = Ringan
20-25 = Sedang
>30 = Berat
10-15 = Ringan
20-25 = Sedang
>30 = Berat
Cara Rosenberg
Penambahan : < 15 db = normal, >30
db = sedang
STAT
Prinsipnya pemeriksaan pada 3 Frekwensi(
500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL = 100 db Sl. Artinya Nada Murni
pada frekwensi ( 500 hz 1000 hz dan 2000 hz) pada 110 db SPL diberikan
secara terus menerus selama 60 detik , terjadi kelelahan maka tes dinyatakan +.
4. Audiometri tutur (Speech Audiometry)
Pada
tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).
Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut Phonetically balance word LBT
(PB, LIST). Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui
keset tape recorder.
Speech discrimination score:
90 – 100%: pendengaran normal
75 – 90% : tuli ringan
60 – 75% : tuli sedang
50 – 60% : kesukaran mengikuti
pembicaraan sehari-hari
<50
% : tuli berat
5.
Audiometri Bekessy (Bekesst Audiometry)
Dapat
menilai ambang pendengaran seseorang. Prinsip pemeriksaan adalah dengan nada
terputus-putus (interupted sound) dan nada terus manerus (continue sound).
AUDIOMETRI
OBYEKTIF
Terdapat
4 cara pemeriksaan yaitu audiometri impedans, elektrokokleografi, evoked
response audiometry, oto acousric emmision.
1.
Audiometri impedans
Pada
pemeriksaan ini diperiksa kelenturan mambran timpani dengan tekanan tertentu
pada meatus akustikus eksterna.
2. Elektrokokleografi
Pemeriksaan
ini digunakan untuk merekam gelombang-gelombang yang khas dari evoke
electropotential cochlea. Caranya Dengan Elektroda jarum , Membran
timpani ditusuk sampai ke Promontorium kemudian dilihat grafiknya.
3. Evoked Response Audiometry
Dikenal juga dengan BERA yaitu suatu
pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran dan fungsi N VIII. Terdapat
5 macam gelombang :
Gelombang I : Datang Dari koklea
Gelombang II : Datang dari Nucleus Koklearis
Gelombang III : Datang dari Nucleus oliva superior
Gelombang IV : Datang dari leminiscus lateralis
Gelombang V : Datang Dari Fkolikulus Inferior
Gelombang I : Datang Dari koklea
Gelombang II : Datang dari Nucleus Koklearis
Gelombang III : Datang dari Nucleus oliva superior
Gelombang IV : Datang dari leminiscus lateralis
Gelombang V : Datang Dari Fkolikulus Inferior
4. Otoacoustic Emission/OAE
Pemeriksaan
OAE dilakukan dengan cara memasukkan sumbat telinga (probe) nkedalam liang
te;inga luar. Dalam probe tersebut terdapat mikropfon dan pengeras suara yang
berfungsi memberikan stimulus suara. Mikrofon berfungsi menangkap suara yang
dihasilkan koklea setelah pemberian stimulus. Sumbat telinga dihubungkan dengan
komputer untuk mencatat respom yang timbul dari koklea. Pemeriksaan sebaiknya
dilakukan diruangan yang sunyi atau kedap suara, hal ini untuk mengurangi
bising lingkungan.
PEMERIKSAAN
TULI ANORGANIK
Pemeriksaan
ini dipergunakan untuk memeriksa seseorang yang pura-pura tuli. Cara
pemeriksaannya antara lain:
1.
Cara Stenger : diberikan
2 nada suara yang bersamaan pada kedua telinga, kemuadian pada sisi yang sehat
nada dijauhkan.
2. Dengan
audiometri nada murni
3. Dengan
impedans
4. Dengan
BERA
AUDIOLOGI
ANAK
Untuk memeriksa ambang dengar anak
dilakukan di dalam ruangan khusus. Cara memeriksa ialah dengan beberapa cara:
1. Free field test
2. Audiometri bermain (play
audiometri)
3. BERA (Brainstem Evoke Response
Audiometry)
4. Echochek dan Emisi Otoakustik
II.5
Diagnosis banding
Tuli
konduktif
Tes Penala
|
Normal
|
Tuli Konduktif
|
Tuli sensorineural
|
Tes Rinne
|
(+) hantaran udara masih
terdengar
|
(-) hantaran udara tidak
terdengar
|
(+) hantaran udara masih terdengar
|
Tes Weber
|
Tidak ada lateralisasi
|
Lateralisasi ke telinga
yang sakit
|
Lateralisasi ke telinga
yang sehat
|
Tes Schwabach
|
Sama dengan pemeriksa
|
memanjang
|
Memendek
|
Meniere
Diagnosis Meniere : vertigo yang hilang timbul,
tinitus, tuli sensorineural nada rendah, adanya hidrops endolimfa yang
dibuktikan dengan tes gliserin.
II.6
Penatalaksanaan (12)
Penatalaksanaan
presbikusis:
Pakai
alat bantu dengar dengan fasilitas multi channel dapat mengeraskan bunyi yang
spesifik pada frekensi yang mengalami gangguan saja.
Latihan Membaca Ujaran ( speec hReading )
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi )
Latihan Membaca Ujaran ( speec hReading )
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi )
Penatalaksanaan tuli sensorineural kongenital:
Setelah
diketahui seseorang anak memderita ketulian , Upaya hablitasi pendengaran harus
dilakukan sedini mungkin.
Pada
anak dengan tuli saraf berat harus segera memakai alat bantu pendengaran.
diperlukan penilaaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak,
dirujuk untuk proses hablitasi di SLB B atau SLB C tuna rungu dengan retardasi mental
pendidikan khusus dimulai pada usia 2 tahun pada SLB B yang memilki unit taman latihan dan obeservasi.
diperlukan penilaaian tingkat kecerdasan oleh psikolog anak,
dirujuk untuk proses hablitasi di SLB B atau SLB C tuna rungu dengan retardasi mental
pendidikan khusus dimulai pada usia 2 tahun pada SLB B yang memilki unit taman latihan dan obeservasi.
Proses
habilitasi penderita tuna rungu memerlukan kerjasama dengan disiplin ilmu yaitu
dr, sptht, audiologist, psikolog anak , guru khusus untuk tuna rungu, dan
keluarga penderita
implan koklea.
implan koklea.
Penatalaksanaan tuli sensorineural akibat obat:
Penghentian
konsumsi obat
Latihan
Membaca Ujaran ( speec hReading )
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi
Latihan Mendengar ( auditory Training )
Terapi Wicara ( Speech therapi
)Penatalaksanaan
tuli akibat bising :
Hindari Lingkungan Bising
Gunakan tutup telinga dan pelindung kepala
Untuk percakapan biasa dapat di coba pemasangan alat bantu dengar (Hearing aid)
Hindari Lingkungan Bising
Gunakan tutup telinga dan pelindung kepala
Untuk percakapan biasa dapat di coba pemasangan alat bantu dengar (Hearing aid)
Apabila
pendengaran semakin memburuk, sehiingga memakai ABD tidak dapat
berkomunikasi dengan adekuat maka dilakukan psikoterapi untuk
menerima keaddanya
latihan pendegaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dan dibantu dengan membaca ucapan bibir, bahasa isarat, mimic dan anggota gerak.
latihan pendegaran agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dan dibantu dengan membaca ucapan bibir, bahasa isarat, mimic dan anggota gerak.
Penatalaksanaan tuli sensorineural karena penyakit
lain : obati penyakit dasar.
Penatalaksanaan tuli sensorineural karena tumor :
Penatalaksanaan
neuroma akustik tergantung bentuk dan letak tumornya.Tumor besar di angulus
serebelopontin diangkat oleh bedah saraf dan tht. 3 pendekatan bedah : retrosigmod,
tranlabyrinthine dan tengah fossa . Gamma pisau radiosurgery tidak menghilangkan
tumor tapi mencegah pertumbuhan lanjut dan memperkecil tumor.
Penatalaksanaan tuli sensorineural karena trauma : memperbaiki kerusakan yang terjadi
Penatalaksanaan
tuli sensorineural mendadak:
1. Bed res total ,istirahat fisik dan mental selama 2 minggu
2. Pemberian Vasodilatansia yang cukup kuat
3. Pemberian kortikosteroid
4. Pemberian Vitamin C dn Neurobion
5. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
6. Inhalasi oksigen 2 liter/menit
1. Bed res total ,istirahat fisik dan mental selama 2 minggu
2. Pemberian Vasodilatansia yang cukup kuat
3. Pemberian kortikosteroid
4. Pemberian Vitamin C dn Neurobion
5. Diet rendah garam dan rendah kolesterol
6. Inhalasi oksigen 2 liter/menit
II.7 Prognosis
Prognosis
umumnya buruk, kemungkinan pendengaran kembali seperti semula sangat kecil.
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
III. 1 Kesimpulan
Tuli sensorineural adalah
ketidakmampuan fungsi pendengaran karena kerusakan telinga dalam. Tuli
sensorineural terbagi
atas tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.
Tuli
saraf dapat dibedakan menjadi:
- Prebiskusis,
- Tuli saraf congenital
- Tuli saraf karena obat
- Tuli saraf karena suara bising
- Tuli saraf karena penyakit lain
- Tuli saraf karena tumor
- Tuli saraf karena trauma
- Tuli saraf tiba – tiba
Manifestasi klinik : pendengaran berkurang dapat unilateral atau
bilateral, biasanya disertai tinnitus dan vertigo, dan lain – lain tergantung
penyebabnya.
Untuk membedakan
tuli konduktif dan tuli neurisensorik dibutuhkan audiologi dasar..
Tes Penala
|
Normal
|
Tuli Konduktif
|
Tuli sensorineural
|
Tes Rinne
|
(+) hantaran udara masih
terdengar
|
(-) hantaran udara tidak
terdengar
|
(+) hantaran udara masih terdengar
|
Tes Weber
|
Tidak ada lateralisasi
|
Lateralisasi ke telinga
yang sakit
|
Lateralisasi ke telinga
yang sehat
|
Tes Schwabach
|
Sama dengan pemeriksa
|
memanjang
|
Memendek
|
Untuk membedakan tuli koklea dan
retrokoklea diperlukan pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari
audiometri khusus, audiometri obyektif, pemeriksaan tuli anorganik dan
pemeriksaan audiometri anak.
Diagnosis
banding tuli sensorineural adalah tuli
konduktif dan meniere..
Penatalaksanaan tergantung etiologi tuli sensorineural. Nmun
umumnya penatalaksanaanya yitu memasang alat bantu dengar (ADB), implant
koklea, latihan
membaca ujaran ( speech reading ), latihan mendengar ( auditory training ), dan
terapi wicara ( speech therapi ).
Prognosis umumnya buruk.
Oleh karena itu lebih baik mencegah daripada mengobati tuli
sensorineural.
III. 2 Saran
Jika merasakan ada kelainan pada
pendengaran sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis THT - KL.
Jika
seseorang anak diketahui memderita tuli sensorineural , upaya habilitasi pendengaran
harus dilakukan sedini mungkin sebelum umur 2 atau 3 tahun karena usia anak
belajar berbicara adalah sekitar 2-3 tahun.
Jika
mengalami pengurangan pendengaran pada telinga akibat mengkonsumsi obat
sebaiknya hentikan pengkonsumsian obat.
Jika
bekerja di wilayah bising sebaiknya menggunakan pelindung telinga agar tidak
terjadi tuli sensorineural akibat bising.
Hindari
trauma di daerah telinga.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Lucente, Frank E, Gady Har-El. 2002. ILMU
THT ESENSIAL. Jakarta. EGC
2.
L. Moore Keith. , 2002, Buku Anatomi Klinis
Dasar Hal 401-408, Jakarta : Hipocrates
4.
Bluestones CD. Definitions, London: BC.
Decker. Inc.; 1999 p. 85-103
5.
Kapita Selekta Kedokteran.
Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius.
1999.
6.
Jenny B. dan Indro S. 2007.
Tuli Mendadak dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala
dan Leher. Edisi ke 5: Jakata : FK UI
7.
Arsyad Efiaty et all. , 2006,
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Edisi ke
5: Jakata : FK UI
8.
Boeis Adam. , 2002, Buku Ajar
Penyakit THT : Edisi 6, Jakarta : EGC
9.
Edmunds ann L. , November 2008.
Iner Ear Ototoxycity. www.emedicine.com
10. Ekborn, Andreas, . 2003, Cisplastin Indunced Toxicity –
Pharmacokinetics, Prediction and Prevention. Stockholm: Repro Print.
11. Roland, Peter S ; Rutka, John A., 2004, Ototoxicity, London : BC
DECKER INC
12. Sriwidodo. , 1998, Cermin Dunia Kedokteran : Problema dan Tatalaksana
Gangguan Pendengaran, Jakarta: PT. Kalbe Farma
No comments:
Post a Comment